Makalah Asal Asul Tasawuf
Asal Usul dan Pengertian Tasawuf
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu : Mohamad
Jamaludin, S.H.I.,M.A.
Disusun Oleh :
Nama : Danu Sanjaya
NIM : 3150006
Semester : I A
Prodi : PAI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH PEMALANG
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
ridho-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang
berjudul “Asal Usul dan Pengertian Tasawuf”.
Shalawat
serta salam tetap tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW. Yang mana beliau telah memberikan
kita petunjuk kepada jalan yang benar.
Tak lupa, kami mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Moh. Jamaludin selaku Dosen
kami dalam pembelajaran mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, juga kepada semua
teman-teman yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari jika dalam menyusun
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan hati yang
terbuka kritik serta saran yang konstruktif
guna kesempurnaan makalah ini.
Demikian makalah ini
kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan banyak terdapat
kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan hanya kepada Allah-lah kita berlindung dan
mengharapkan taufiq serta hidayahnya. Amin Ya Rabbal
Almin....
Wallahul Muwafieq ilaa Aqwamith Thorieq
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar
Belakang Masalah 4
B. Rumusan
Masalah 4
C. Tujuan
Penulisan 5
D. Manfaat
Penulisan 5
BAB II PEMBAHASAN 6
A. Asal Usul
Tasawuf 6
B. Pengertian
Tasawuf 10
BAB III PENUTUP 12
A. Simpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Tidak diragukan lagi
bahwa setiap langkah mendapatkan ilmu pengetahuan, pasti melalui sesuatu cara
tertentu. Cara tertentu dalam dunia ilmu disebut metode. Metode menurut Senn
merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah
sistematis. Dari hal lahirlah ilmu membicarakan tentang metode yang disebut
metodologi. Yakni suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam
metode tersebut. Metodologi ini secara filsafati termasuk di dalamnya apa yang
dinamakan epistemologi.
Tasawuf sebagai aspek
esoterik Islam, secara epistemologik dalam memperoleh kebenaran dan ilmu
memakai intuisi, atau dalam istilah teknisnya memakai dzauq dan wujdan.
Apabila intuisi dari pertimbangan tanpa mengambil jalan berfikir logis
berdasarkan fakta yang timbul dari sumber yang tidak dikenal atau belum
diselidiki, maka dalam tasawuf perolehan intuisi itu tidak terjadi serta merta,
tetapi melalui proses panjang dengan apa yang disebut dengan mujahadah
dan riyadlah serta tafakur dan tadabbur. Yakni suatu upaya
yang pencerahan hati nurani agar bisa menangkap cahaya kebenaran.
Namun dengan demikian,
kita terlebih dahulu membahas asal usul tasawuf itu serta perngertiannya, agar
kita lebih bisa lebih mengerti hakikat tasawuf tersebut.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana asal usul tasawuf ?
2.
Apa pengertian tasawuf ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui asal usul tasawuf.
2.
Untuk mengetahui pengertian tasawuf.
D. Manfaat Penulisan
Dengan pembahasan
tentang tasawuf baik dari segi asal usulnya maupun pengertiannya kita dapat
memahami hakikat tasawuftersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Tasawuf
Tasawwuf berasal dari
kata Tasawwufa, Yatasawwufu, Tasawwufan, yang artinya “Ilmu Rohani”, Yang
Tersembunyi, yang didalam Al-quran disimpulkan oleh Allah dengan kata
“Shuhufan”, Artinya Kumpulan (Keseluruhan) Shuhuf[1][1].
Sebagian kalangan
berpendapat bahwa tasawuf berasal dari akar kata ash-shafa, atau ash-shaff
al-awwal, atau dari shuffah masjid Nabawi, namun semua ini dikritik
karena tidak didukung oleh kaidah-kaidah bahasa.
Kelompok kedua
menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata Yunani, sophia. Pendapat
ini ditantang karena memberikan peluang bagi kalangan kontrak tasawuf untuk
menyatakan bahwa tasawuf islam terpengaruh oleh kebudayaan asing hingga soal
penamaan sekalipun.
Kelompok ketiga
menunjuk kata ash- shuf (baju wol) sebagai akar kata tasawuf, namun
pendapat ini di tantang karena kaum sufi tidak identik dengan busana ini, dan
pendapat tersebut juga mengurangi nilai kaum sufi di mata kalangan lain karena
terkesan hanya memperhatikan penampilan luar minus batin.
Berikut ini kami
paparkan sikap sejumlah sejarawan tasawuf islam terhadap kedua masalah ini agar
kita dapat mengilah dan memilih pendapat yang tertua dan tershahih diantara
pendapat-pendapat tersebut.
Al-Kalabadzi (w.380 H.)
menangani masalah ini dengan pendekatan baru, yakni dengan meminjam analisis
linguistik (kebahasaan) yang digunakan oleh para ahli bahasa. Ia mengatakan:
“Jika kata sufi diambil dari kata as-shafa (murni) dan ash-shafwah
(terpilih) maka nisbatnya adalah shafawi. Jikaa disandarkan pada kata
ash-shaff (barisan pertama) atau shuffah(serambi masjid) maka
nisbatnya adalah shaffi atau shuffi.boleh-boleh saja terjadi
pertukaran posisi wawu dengan fa pada kata ash-shafawi menjadi
shufi atau penambahan wawu pada kata shaffi atau shuffi
menjadi shufi karena faktor popularitas kata tersebut di tengah
masyarakat. Adapun yang paling tepat dari segi bahasa adalah jika merujukkannya
pada akar kata ash-shuf (bulu domba).semua pengertian ini berarti
penyingkiran diri dari keduniaan, keberpalingan diri darinya, kepergian dari
tanah air, dan pengembaraan.
Dari paparan
al-kalabadzi ini dapat diambil benang merah bahwa kemungkinan penambahan huruf
atau pemindahan posisi huruf pada kata shufi jika dinisbatkan pada salah
satu akar kata di atas karena faktor kepopuleran suatu kata bisa diterima,
sebab hal ini sudah ma’ruf di kalangan ahli sharf dan mereka sebut
sebagai al-qalb al-makani (pertukaran posisi).
Al-Biruni tampil
berbeda dari para pendahulunya dengan menyatakan bahwa kata shufi diambil
dari bahsa Yunani “sophia” yang berarti kebijaksanaan. Ia mengatakan : “Di
antara filsuf yunani kuno ada yang berpendapat bahwa wujud hakiki berasal dari
satu prima kausa karena dia tidak membutuhkan siapa-siapa sementara yang lain
membutuhkan, dan apa yang membutuhkan yang lain dalam wujud maka wujudnya
seperti imaginasi yang tidak nyata sehingga wujud sejati hanya satu. Inilah
pendapat kaum sophia, ahli hikmah (kebijaksanaan) sehingga yang mencintai
kebijaksanaan disebut failasuf (filosof).
Imam al-Qusyairi ingin
menghentikan perdebatan mengenai akar kata tasawuf dengan mengatakan bahwa kata
shufi tidak perlu dicari derivasi katanya sebab ia sudah menjadi seperti
‘alam (nama diri) bagi kelompok ini mengatakan bahwa “Istilah ini sudah melekat
pada kelompok ini sehingga individunya disebut shufi, sementara
kelompoknya disebut shufiyyah, sementara orang yang berusaha mencapai
kesana disebut mutashawwif dan
kelompoknya disebut mutashawwifah. Tidak ada qiyas atau isytiqaq
yang mendukung penamaan ini dari segi bahasa, dan yang paling tepat adalah
istilah ini sudah menjadi laqab (julukan). Adapun pendapat sebagian
kalangan bahwa ia berasal dari kata ash-shuf (baju dari bulu domba),
dimana orang memakai baju berbahan bulu domba disebut tashawwafa, sebagaimana
halnya orang yang memakai baju gamis (qamish) disebut sebagai taqammasha,
pendapat ini tertolak karena kaum shufi tidak diiedentik dengan pemakaian
baju yang berbahan bulu domba. Jika dinisbatkan pada shuffah masjid
rasulullah SAW maka nisbat kata ini seharusnya bukan shufi tetapi shuffi.
Orang yang menyatakan tasawuf berasal dari kata ash-shafa (kesucian)
juga jauh dari aspek bahasa. Terkait pendapat sebagian kalangan yang
mengembalikannya pada akar kata ash-shaff al-awwal (shaf pertama) seolah-olah mereka berada di
shaf pertama dengan hati mereka, maknanya memang benar, namun keliru dari segi
bahasa. Pendek kata golongan ini (kaum sufi) jauh lebih terkenal daripada upaya
pendefinisian mereka dengan qiyas maupun derivasi kata[2][2].
Ada yang mengatakan
bahwa kata tasawuf berasal dari kata safa, artinya suci, bersih atau
murni. Memang, jika dilihat dari segi niat maupun tujuan dari setiap tindakan
dan ibadah kaum sufi maka jelas bahwa semua itu dilakukan dengan niat suci
untuk memberaihkan jiwa dalam mengabdi kepada Allah swt. ada lagi yang
mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata saff, artinya shaf atau
baris. Mereka dinamakan sebagai para sufi, demikian menurut pendapat ini,
karena berda pada baris (shaff) pertama didepan Allah karena besarnya
keinginan mereka akan dia, kecenderungan hati mereka terhadapnya dan tinggalnya
bagian-bagian rahasia dalam diri mereka
di hadapannya. Akan tetapi istilah sufi mengacuh pada kata shaff, maka
bentuk seharusnya menjadi saffi, bukan sufi[3][3].
Demikian sikap para
sejarawan tasawuf dalam masalah ini yang bisa disimpulkan bahwa sebagian besar
bahwa mereka cenderung merujukan kata tasawuf pada akar kata ash-shuf (bulu
domba) sehingga nisbat kata shuffi juga berasal dari sana. Pendapat mereka
ini benar dan sesuai dengan kaidah bahasa[4][4].
B. Pengertian Tasawuf
Pada masa Nabi saw dan khulafaur
rasyidin ra., sebutan atau istilah tasawuf tidak pernah dikenal. Para
pengikut Nabi Saw, diberi panggilan sahabat, dan pada masa berikutnya,
yaitu pada masa sahabat, orang-orang muslim yang tidak berjumpa dengan beliau,
disebut tabi’in dan seterusnya disebut tabi’it tabi’in. Istilah
tasawuf baru dipakai pada pertengahan abad II Hijriyah, dan pertam kali oleh
Abu Hasyim al-Kufy (w.250 H.) dengan meletakkan ash-shufi di belakang
namanya, meskipun sebelum itu telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud,
wara’, tawakkal, dan dalam mahabbah.
Secara etimologis, para
ahli berselisih tentang asal kata tasawuf. Sebagian menyatakan berasal dari “ shuffah”
artinya emper masjid Nabawi yang didiami oleh sebagian sahabat Anshar. Ada pula
yang mengatakan berasal dari “shaff”, artinya barisan. Seterusnya ada
yang mengatakan berasal dari “shafa”, artinya bersih/jernih, dan masih
ada lagi yang mengatakan berasal dari kata “Shufanah”, sebutan nama kayu
yang bertahan tumbuh dipadang pasir, terakhir ada yang mengatakan berasal dari
bahasa Yunani “theosofi”, artinya ilmu ketuhanan. Namun yang terakhir
ini tidak disetujui oleh H.A.R. Gibb. Dia cenderung kata tasawuf berasal dari Shuf
(bulu domba), dan orang yang berpakaian bulu domba disebut “mutashawwaif”,
perilakunya disebut tasawuf. Hal tersebut ada latar belakang
tersendiri, yakni pakaian tersebut dipengaruhi oleh kristen, katanya, ‘asal
mula pakaian ini bukannya seragam, akan tetapi suatu tanda penebus dosa
perseorangan, sebagaimana dilambangkan pada pakaian Isa.
Berikut ini dasar-dasar
dan alasan-alasan yang memperkuat beberapa pendapat tersebut. Dasar tasawuf
berasal dari “shuf” adalah adanya beberapa riwayat di antaranya: “Anas
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw mendatangi undangan hamba sahaya, naik Himar
dan memakai pakaian bulu domba”.
Sebagai dasar tasawuf
berasal dari kata “Shaf” ialah karena ahli tasawuf itu berada pada barisan (shaf)
pertama di sisi Allah Swt. Hal tersebut telah menjadi cita-cita yang tinggi
dan kesungguhan mereka dalam mengharap Allah dnegan sepenuh hati. Sebagai dasar
tasawuf berasal dari “shuffah” adalah hadits Mauqu dari Abu Hurairah
yang artinya sebagai berikut: “Sesungguhnya aku telah melihat Ahl Shuffah
sama menjalankan shalat dengan memakai satu pakaian yang sempit, sebagian ada
yang tidak mencapai dua lututnya, maka apabila dia rukuk, sahabat yang lain
memeganginya, karena takut auratnya terlihat”[5][5].
Ada pula yang mengambil
istilah tasawuf dari perkataan: shaffatul Masjidi artinya serambi
Mesjid. Istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di Mesjid Nabi yang didiami
oleh sekelompok para sahabat Nabi yang sangat fakir dan tidak mempunyai tempat
tinggal yang dikenal dengan Ahli Suffah. Mereka adalah orang yang menyediakan
seluruh waktunya untuk berjihad dan berda’wah serta meninggalkan usaha-usaha
yang bersifat duniawi[6][6].
Secara terminologis
pun,tasawuf diartikan secara variatif oleh para sarjana. DR. Ibrahim Basyuni
mengklasifikasikan menjadi tiga, yakni
definisi yang menitik
beratkan pada al-Bidayah
(tasawuf dalam tataran elementer), al-Mujahadah (tasawuf
dalam tataran intermediate), dan al-Madzaqat ( tasawuf dalam
tataran advance).
Definisi dari sudut al-Bidayah,
antara lain dikemukakan oleh Ma’ruf al-Karkhy (w. 200 H), bahwa tasawuf adalah:
“Mencari yang hakikat, dan putus asa terhadap apa yang ada di tangan
makhluk. Barang siapa yang belum bersungguh-sungguh dengan kefakiran, maka
berarti belum sesungguh-sungguh dalam bertasawuf”.
Dari sisi al-Mujahadah,
tasawuf berkisar pada perhiasan diri dengan apa yang baik menurut
lingkungan (al-ma’ruf), maupun menurut agama yang bersifat normatif (al-Khair).
Oleh sebab itu Abu Muhammad al-Jariri mengartikan tasawuf dengan: “Masuk
ke dalam akhlak yang mulia dan keluar dari semua akhlak yang hina”.
Pengertian tasawuf pada
sisi al-madzaqat, tasawuf diartikanndan dititkberatkan pada rasa serta
kesatuan dengan yang Mutlak, sebagaimana dikatakan oleh Ruwaim bahwa tasawuf
itu ialah: “Menjelaskan jiwa terhadap kehendak Allah SWT”[7][7].
Secara umum kata Dr.
Ibrahim Hilal : tasawuf itu adalah memilih jalan hidup secara zuhud, menjauhkan
diri dari perhiasaan hidup dalam segala bentuknya. Tasawuf itu adalah
bermacam-macam ibadat, wirid dan lapar, berjaga diwaktu malam dengan
membanyakkan sholat dan wirid, sehingga lemah lah unsur jasmaniah dalam diri
seorang dan semakin kuatlah unsur rohaniahnya. Tasawuf itu adalah menundukkan
jasmani dan rohani dengan jalan yang disebutkan sebagai usaha
mencapai hakikat
kesempurnaan rohani dan mengenai dzat Tuhan dengan segala kesempurnaanya.
Inilah yang mereka gambarkan dengan mengenal hakikat[8][8].
Dengan pengertian
seperti itu, maka dapat dikatakan, bahwa tasawuf adalah bagian ajaran islam,
karena ia membina akhlak manusia (sebagaimana Islam juga diturunkan dalam
rangka membina akhlak umat manusia) di atas bumi ini, agar tercapai kebahagian
dan kesempurnaan hidup lahir dan batin, dunia dan akhirat. Oleh karena itu,
siapa pun boleh menyandang predikat mutasawwif sepanjang berbudi pekerti
tinggi, sanggup menderita lapar dan dahaga, bila memperoleh oleh rizki tidak
lekat di dalam hatinya, dan begitu seterusnya. Yang pada pokoknya sifat-sifat
mulia, dan terhindar dari sifat-sifat tercela. Hal inilah yang dikehendaki
dalam tasawuf yang sebenarnya[9][9].
Dari perspektif
lingistik (ilmu kebahasaan) tasawuf berasal dari kata shuf. Kalangan
orientalis barat mempersepsi tasawuf sebagai mistisisme, dan dalam islam
populer juga disebut dengan sufisme.
Walaupun secara
subtansial istilah-istilah itu tidak mempunyai hubungan yang sama, tetapi
secara metodologis, istilah mistisisme tersebut mengandung ajaran yang
menyatakan bahwa “kenyataan” yang sesungguhnya adalah spirit (roh) dan lebih
menekankan bahwa ada kontak langsung katanya menjadi pertikaian ahli loghat
atau bahasa, yaitu: pertama,
shafa yang berarti suci bersih, ibarat kaca. Kedua, dari kata shuf yang berarti bulu binatang, karena orang
yang memasuki tasawuf memakai pakaian yang berasal dari bulu binatang, dan
mereka tidak menyukai pakaian yang indah-indah. Ketiga, bersal dari kata
shuffah, yang diasosiasikan kepada segolongan sahabat nabi yang
menyisihkan dirinya di salah satu tempat terpencil di samping masjid nabi. Keempat,
berasal dari kata shufarah, yaitu
sebangsa kayu mersik tumbuh di padang pasir Arab. Kelima, dari theosofie,
yang berarti ilmu ketuhanan yang kemudian diucapkan dengan lidah orang arab
sehingga berubah menjadi zaman akhir ini dan oleh para ahli yang menganggap
sufi bukan berasal dari bahasa arab, tetapi dari bahasa Yunani yang di Arabkan[10][10].
Tasawuf merupakan salah
satu dimensi spritual dari ajarab Islam. Kaum orintalis menyebutnya sufisme
atau mistisme; suatu istilah yang sebenarnya tidak tepat, karena istilah itu
tidak menggambarkan hakekat tasawuf yang sebenarnya.
Tasawuf berasal dari kata suf
artinya kain yang dibuat dari wool. Karena para penganut tasawuf pada masa dulu
hanya mau menggunakan pakaian dari bulu binatang, atau kain wol yang kasar.
Bukan wol halus seperti sekarang. Kain kasar itu menggambarkan kesederhanaan
dan kemiskinan. Kaum sufi sebagai golongan yang hidup sederhana dan miskin,
tetapi berhati suci dan mulia[11][11].
BAB III
A. Simpulan
1.
Tasawwuf berasal dari kata Tasawwufa, Yatasawwufu, Tasawwufan, yang artinya
“Ilmu Rohani”, Yang Tersembunyi, yang didalam Al-quran disimpulkan oleh Allah
dengan kata “Shuhufan”, Artinya Kumpulan (Keseluruhan) Shuhuf. Sebagian
kalangan berpendapat bahwa tasawuf berasal dari akar kata ash-shafa,
atau ash-shaff al-awwal, atau dari shuffah masjid Nabawi, namun
semua ini dikritik karena tidak didukung oleh kaidah-kaidah bahasa. Kelompok
kedua menyatakan bahwa tasawuf berasal dari akar kata Yunani, sophia.
Pendapat ini ditantang karena memberikan peluang bagi kalangan kontrak tasawuf
untuk menyatakan bahwa tasawuf islam terpengaruh oleh kebudayaan asing hingga
soal penamaan sekalipun. Kelompok ketiga menunjuk kata ash- shuf (baju
wol) sebagai akar kata tasawuf, namun pendapat ini di tantang karena kaum sufi
tidak identik dengan busana ini, dan pendapat tersebut juga mengurangi nilai
kaum sufi di mata kalangan lain karena terkesan hanya memperhatikan penampilan
luar minus batin.
2.
para ahli berselisih tentang asal kata tasawuf. Sebagian menyatakan berasal
dari “ shuffah” artinya emper masjid Nabawi yang didiami oleh sebagian
sahabat Anshar. Ada pula yang mengatakan berasal dari “shaff”, artinya
barisan. Seterusnya ada yang mengatakan berasal dari “shafa”, artinya
bersih/jernih, dan masih ada lagi yang mengatakan berasal dari kata “Shufanah”,
sebutan nama kayu yang bertahan tumbuh dipadang pasir.
B. Saran
Dengan makalah ini wawasan kita tentang tasawuf bertambah lebih luas serta kita amalkan ilmu
yang kita dapat kepada manusia yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Af Suryana Toto, Alba
Cecep, dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Cet. II;
Bandung: Tiga Mutiara. 1997.
As Asmara. Pengantar
Studi Tasawuf. Cet. II; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persanda. 1996.
Benduara Andi. Al-Hikmah:
Wasiat Sepanjang Zaman. Watampone: Fastabiqul Ma’erifat. 2010.
Hajjaj Fauqi Muhammad. Tasawuf
Islam dan Akhlak. Cet. II; Jakarta: Amzah, 2013.
Masyharuddin, Syukur
Amin. Intelektualisme Tasawuf: Studi Intelektualisme Tasawuf Al-Ghazali.
Cet. II; Semarang: Lembkota. 2012.
Sanusi Ihsan, Selamat
Kasmuri. Akhlak Tasawuf; Upaya Meraih Kehalusan Budi dan Kedekatan Ilahi.
Cet. I; Jakarta: Kalam Mulia. 2012.
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam Negeri
Sumatera Utara 1981/1982. Pengantar Ilmu Tasawuf.
[1][1] Andi Bedduara, Al-Hikmah; Wasiat Sepanjang Zaman (
Watampone: Fastabiqul Ma’erifat, 2010), h. 3
[2][2]Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak ( Cet. II;
Jakarta: Amzah, 2013), h. 12-17
[3][3]Asmara As, Pengantar Studi Tasawuf ( Cet. II; Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1996), h. 42-44
[4][4]Ibid.
[5][5] Amin Syukur, Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf;Studi
Intelektualisme Tasawuf Al-Ghazali (Cet. II; Semarang: Lembkota, 2012), h.
11-13
[6][6] Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Institut Agama Islam
Negeri Sumatera Utara 1981/1982. Pengantar Ilmu Tasawuf (1983), h. 9-10
[7][7] Ibid., 14-16
[8][8] Ibid., h. 11
[9][9] Ibid., h. 16-17
[10][10] Ihsan Sanusi, Kasmuri Selamat, Akhlak Tasawuf; Upaya Meraih
Kehalusan Budi dan Kedekatan Ilahi (Cet. I; Jakarta: Kalam Mulia, 2012), h.
79-80
[11][11]Af Suryana Toto A., Alba Cecep, dkk, Pendidikan Agama Islam; untuk
Perguruan Tinggi (Cet. II; Bandung: Tiga Mutiara, 2012), h. 77-78
Komentar
Posting Komentar